Kita dan Mario Teguh dalam Lingkaran Fitnah

Mario Teguh hadir dengan nasihatnya yang lembut, teduh, dan kaya.

Mario Teguh dan Ario Kiswinar
Pada tahun 2011 lalu, saat saya masih awal-awal di Jogja dan baru mengenal Facebook, saya sangat menyukai status-statusnya Mario Teguh. Bagi saya saat itu, nasihat  Mario Teguh sangatlah masuk akal, manjur, mampu mengubah diri saya menjadi pribadi yang optimis dan mampu menangkap hikmah di balik setiap kejadian. Saat itu saya memang sangat membutuhkan nasihat-nasihat dan motivasi, dengan kata lain saya sedang mengalami demotivasi. Dan Mario Teguh hadir dengan nasihatnya yang lembut dan teduh, dengan pilihan diksi yang apik. Hingga membuat saya 'jatuh cinta' dengan kalimat-kalimat motivasinya.
 Kesukaan saya terhadap nasihat-nasihat Mario Teguh semakin bertambah tatkala kemudian saya juga aktif mengirimkan pertanyan di dinding Facebooknya, mengonsultasikan permasalahan atau kegelisahan hidup yang saya alami. Hasilnya pun memuaskan,  saya mendapatkan jawaban sebagaimana yang butuhkan darinya. Hal itu kemudian membuat saya semakin yakin bahwa Mario Teguh adalah sosok manusia yang bijak, cerdas, dan mempunyai daya spiritualitas yang tinggi. Saya jadi tak pernah absen untuk menge-like statusnya, mengaminkan doanya, dan membagikannya di dinding saya.  
Namun satu dua tahun kemudian, intensitas saya dalam menggemari nasihat dan kalimat motivasi Mario Teguh perlahan berkurang. Bukan karena saya kecewa dengan nasihat-nasihat dan kalimat motivasinya, namun itu semua berjalan secara alamiah seiring dengan semakin banyaknya teman baru saya di dunia nyata, di Jogja. Seiring dengan semakin banyaknya aktivitas dan penggalaman hidup yang saya lakoni. Dan seiring dengan semakin banyaknya guru yang bisa saya gali kebajikannya, nasihatnya. Sesekali saya memang masih membaca nasihat-nasihatnya, terutama ketika ada teman-teman di Facebook saya membagikan statusnya. 
Dan meski demikian, saya tidak pernah merasa membencinya. Saya juga tidak pernah merasa (atau mencibir dengan kalimat) bahwa hidup ini tidak semudah nasihatnya Mario Teguh, sebagaimana yang sering diucapkan kebanyakan orang. Bahwa jika ternyata nasihat Mario Teguh kurang relevan dengan permasalahan kita, itu wajar. Karena Mario Teguh bisa jadi tidak/belum pernah mengalaminya langsung. Ia hanya dapat memberikan solusi umum, sedangkan solusi detailnya tetap kita yang harus menemukannya. 
Namun seringnya, kebanyakan dari kita menerima mentah-mentah nasihatnya sebagai sebuah kebenaran mutlak. Sehingga ketika nasihat itu gagal, banyak yang kemudian menyalahkan Mario Teguh dan mengatakan bahwa hidup ini tidak semudah apa yang dia katakan. Itu jahat dan tidak adil menurut saya.  Karena seharusnya, kita dapat lebih paham langkah apa untuk menyelesaikan persoalan sendiri. 

Kembali lagi ke soal menurunnya tingkat kegemaran saya terhadap nasihat-nasihat Mario Teguh,  agaknya juga karena saya semakin sadar bahwa saya punya kehidupan sendiri. Saya merasa lebih berkuasa atasnya. Saya merasa lebih paham terhadap diri saya sendiri.
Saya sadar bahwa saya telah berubah menjadi orang yang lebih kuat, progresif, dan punya motivasi yang tinggi. (Mungkin dalam hal ini berkat motivasi yang pernah diberikan Mario Teguh juga)

Saya juga sadar, sebaik-baik motivasi adalah yang berasal diri, keadaan, dan keluarga saya sendiri. Hal-hal di luar itu hanyalah suplemen yang tidak seharusnya membuat kita kecanduan dan ketergantungan. Itulah mengapa mengenal diri sendiri itu sangat penting!
Tetapi saya tetap harus mengakui bahwa nasihat Mario Teguh pernah begitu berpengaruh terhadap hidup saya.

Beberapa hari ini, tampaknya Mario Teguh sedang diterpa badai persoalan, menyangkut masa lalu keluarganya. Ia dikabarkan telah menelantarkan dan tidak mengakui  anak dari istri pertamanya sebagai darah dagingnya. Ario Kiswinar Teguh, pemuda berumur 30-an tahun itu bahkan blak-blakan memberikan pengakuan di acara Hitam Putih Trans7 dengan membawa dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa secara hukum formal dia adalah anak kandung Mario Teguh. Namun berbeda dengan pengakuan Ario Kiswinar, klarifikasi Mario Teguh di Kompas TV mengatakan bahwa memang secara formal Ario Kiswinar merupakan anak kandungnya, namun secara biologis ia bukanlah bapak dari anak tersebut, itu pun (menurut Mario Teguh) berdasarkan pengakuan sang istri dan Ario Kiswinar sendiri saat ia berusia 17 tahun. (Sampai sini saja, seharusnya kita sudah ngecun kalau permasalahan ini tidak akan selesai untuk kita bicarakan. Karena cuma akan berkutat di situ-situ saja. Mereka berdiri kokoh di atas pembenarannya masing-masing.)  


Sebagimana biasa, cercaan dan kutukan pun ramai-ramai dilayangkan kepada motivator kenamaan Indonesia itu, terutama di media sosial. Masyarakat dunia maya ramai-ramai membulinya dengan kalimat-kalimat dan meme-meme yang pada intinya mengatakan bahwa ternyata Mario Teguh tidak sebijak sebagaimana kalimat-kalimat motivasinya.

Tapi tenanglah, tulisan ini tidak akan turut membuli Mario Teguh ataupun Ario Kiswinar. Secerdas apa pun kita, kita tidak akan pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga Mario Teguh di masa lalu. Kita bukanlah anggota keluarganya.

Kita juga tidak akan pernah bisa tahu apakah Ario Kiswinar benar-benar darahdaging Mario Teguh atau bukan. Karena kita bukan ahli DNA. Biarkan sengketa darah itu menjadi urusan yang bersangkutan dan diselesaikan di belakang layar. Turut membuli saya rasa tidak ada untungnya.
 

Lebih baik menahan diri, karena sekarang ini informasi-informasi yang tersebar di dunia maya dan televisi-televisi kita, tidak bisa benar-benar kita percaya. Di era internet ini, sulit rasanya untuk membedakan mana fitnah mana fakta. Semuanya dikemas tampak sama dan seolah-oleh mengandung kebenaran. Sekarang ini informasi diproduksi bukan untuk kepentingan kita, melainkan untuk kepentingan industri. Dan, hal penting yang juga harus kita tahu adalah setiap orang punya potensi untuk berbohong demi harga diri atau tujuan tertentu yang sedang ingin dicapainya. Kita harus menyadari itu. 


Jadi, kita nggak perlu terlalu memikirkannya apalagi sampai baper (emosional). Kita harus menyaring lalulintas informasi di otak kita, agar tidakoverload atau bahkan macet dan dipenuhi dengan berita-berita yang entah benar atau tidak, berguna atau tidak. Kasihan otak kita. Udah jongkok, masih aja dijejali hal-hal di luar kapasitasnya.
 

Lagi pula kasus sengketa darah antara Mario Teguh dan Ario Kiswinar ini lucu juga sebenarnya. Saya menemukan ada banyak kejanggalan yang seharusnya kita pertanyakan. Tengoklah misalnya, mengapa yang memunculkan kasus ini adalah Trans7? Mengapa bukan Net. misalnya, yang pada tahun 2014 lalu pernah mengundang Ario Kisniwar sebagai tamu di acara Ini Talkshow sebagai seorang seniman kertas? Mengapa Mario Teguh kemudian mengklarifikasinya di Kompas TV? Dan mengapa harus dimunculkan di TV? 

Pertanyaan lain, mengapa Ario baru mengungkapkan hal ini sekarang, di saat usianya sudah mencapai kepala tiga? 


Kenapa harus dibesar-besarkan, diribut-ributkan? Siapa yang berada di balik kasus remeh dan privat ini dan apa kepentingannya?


Padahal sebenarnya, persoalan ini sederhana sekali. Tinggal tes DNA, hasilnya keluar, selesai! Karena kalau cuma akta kelahiran, akta nikah, kartu keluarga, dan foto-foto masa kecil belum cukup kuat untuk dijadikan sebagai bukti bahwa mereka terikat hubungan darah (bapak-anak).

Oh iya, ada satu lagi pertanyaan. Mengapa  kasus ini justru muncul di saat Jakarta sedang akan melakukan pemilihan kepala daerah?

Apakah ini berarti Mario Teguh akan diusung oleh sebuah Parpol sebagai Calon Gubernur DKI Jakarta untuk melawan Ahok? Karena jika itu benar, saya pikir ini akan menjadi pertarungan yang sangat sengit dan seru. Tahu sendiri ‘kan gaya ngomongnya Mario Teguh dan Ahok sangatlah kontras?

Wallahu A'lam Bishawab.  Kita tidak pernah tahu itu. Semua hal bisa saja terjadi.
 

Makanya, karena sama sekali tidak tahu apa-apa di balik ‘pemunculan’ kasus ini, lebih baik diam saja. Ingat kata Jokowi, kerja-kerja-kerja, yang nyata. Jangan cuma koar-koar di media sosial aja. Jangan bergumul dengan fitnah saja. 

Sudah buang-buang energi, capek, rugi lagi. 

Mending kalau ada yang mijitin, kalau enggak?  

0 komentar:

Copyright © 2013 JPRMI SUMUT